MAKNA SIMBOL TOLAK BALA DALAM MASYARAKAT BANJAR: KAJIAN ETNOLINGUISTIK [THE MEANING OF WARD OFF MISFORTUNE’S SIMBOL IN BANJAR SOCIETY: ETHNOLINGUISTIC STUDY]
Main Article Content
Abstract
Masyarakat Banjar sebagai salah satu etnik mayoritas di Kalimantan Selatan memiliki tradisi yang sampai sekarang masih dipercaya oleh sebagian orang. Salah satunya adalah tradisi tolak bala. Tradisi tolak bala digunakan untuk mengatasi perasaan dan menangkal hal-hal yang ditakutkan karena kepercayaan mereka terhadap kekuatan roh dan makhluk gaib. Bagaimana bentuk tradisi tolak bala yang dilakukan masyarakat Banjar dan apa makna simbol yang terdapat pada benda-benda yang digunakan untuk penolak bala menarik untuk dikaji. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang makna simbol tradisi tolak bala dalam masyarakat Banjar yang dikaji dari teori etnolinguistik. Penulis menggunakan studi literatur dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masyarakat Banjar masih memiliki kepercayaan mengenai benda-benda sebagai penolak bala. Tradisi tolak bala dalam masyarakat Banjar dilakukan secara berkelompok melalui upacara adat, tetapi ada juga yang dilakukan secara perorangan. Bentuk tradisi tolak bala pada masyarakat Banjar berupa pemberian sesaji, penggunaan jimat atau benda bertuah, dan pemasangan motif hiasan di rumah. Piduduk merupakan salah satu bentuk sesaji sebagai penolak bala yang disiapkan dalam setiap upacara adat. Benda-benda seperti gelang sawan, kain sarigading, sapu tangan berajah, gelang dan cincin berajah merupakan penolak bala yang digunakan secara perorangan, sedangkan motif hiasan pada rumah merupakan penolak bala bagi keluarga di rumah.
The Banjar people as one of the majority ethnic groups in South Kalimantan have a tradition named ward off misfortune. This tradition is used to overcome feelings and ward off things. How is the form of this tradition carried out by the Banjar people and what are the meaning of the symbols are interesting to study. This study aims to obtain an overview of the meaning of ward off misfortune’s symbol in Banjar society which is studied from ethnolinguistic theory. The author uses a literature study with qualitative descriptive data analysis techniques. The results shows that Banjar people still have beliefs about objects as a ward off missfortune. This tradition is carried out in groups through traditional ceremonies and individually. This tradition is in the form of offerings, the use of amulets or magical objects, and the installation of decorative motifs at home.
Article Details
- Hak publikasi atas semua materi naskah jurnal yang diterbitkan/dipublikasikan dalam situs E-Journal Kindai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi ini dipegang oleh dewan redaksi dengan sepengetahuan penulis (hak moral tetap milik penulis naskah).
- Ketentuan legal formal untuk akses artikel digital jurnal elektronik ini tunduk pada ketentuan lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike (CC BY-NC-SA), yang berarti indai Etam: Jurnal Penelitian Arkeologi tidak memiliki tujuan komersial, berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan artikel tanpa meminta izin dari Penulis selama tetap mencantumkan nama Penulis sebagai pemilik Hak Cipta.
- Naskah yang diterbitkan/dipublikasikan secara cetak dan elektronik bersifat open access untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan perpustakaan. Selain tujuan tersebut, dewan redaksi tidak bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap hukum hak cipta.
References
Arni, Arni. 2015. Kepercyaan Dan Perlakuan MasyarakatTerhadap Jimat-Jimat Penolak Penyakit. Banjarmasin.
Barjie B, Ahmad. 2021. Logika Mistik Pada Masyarakat Banjar. Cetakan I. edited by A. Jumbawuya. Banjarbaru: Media Borneo.
Dharmojo. 2005. Sistem Simbol Dalam Munaba Waropen Papua. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas.
Duranti, Allessandro. 1997. Linguistik Anthropology.
Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Antropologi Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Fauzi, Muhaammad Hasan. 2018. “Tradisi Piduduk Dalam Pernikahan Adat Banjar Perspektif Ulama Palangkaraya.” IAIN Palangkaraya.
Isnaeni, Adisty Noor. 2020. “Nilai-Nilai Dan Makna Simbolik Tradisi Sedekah Laut Di Desa Tratebang Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan.” Universitas Diponegoro Semarang.
Kholis, N. 2016. “Kain Tradisional Sasirangan ‘Irma Sasirangan’ Kampung Melayu Kalimantan Selatan.” Universitas Yogyakarta.
Sugianto, Alip. 2015. “Kajian Etnolinguistik Terhadap Peribahasa Etnik Jawa Panaragan Sebuah Tinjauan Pragmatik Force.” Seminar Nasional PRASASTI II “Kajian Pragmatik Dalam Berbagai Bidang.”
Wijali, Ishak. 2000. Tradisi Tolaak Bala Di Kalimantan Selatan. Banjarbaru: Museum Lambung Mangkurat.
Wijaya, Fianto dan Hidayat. 2015. “Penciptaan Buku Ilustrasi Kain Sasirangan Sebagai Upaya Promosi Seni Budaya Banjarmasin Kepada Remaja.” DKW STIKOM Surabaya.
https://asikbelajar.com/Sasirangansejarah-arti-dan-motif/ diakses pada 15 Agustus 2018 pk.14:28
https://medium.com/@san tikasyaravina/Sasirangankisah-karsawanita-banjar menuju-kesejahteraan diakses pada 15 Agustus 2018 pk.15:55 wib
https://warisanbudaya. kem dikbud.go.id/?newdetail&deta ilCatat=937 diakses pada 29 Agustus 2018 pk.09:44 WIB
https://www.muxika.info/2020/11/makna-warna-pada-kain-sasirangan.html